Era digital telah membawa kemudahan belanja daring, namun di baliknya tersimpan masalah besar: lonjakan sampah kemasan. Setiap hari, jutaan paket dikirimkan, masing-masing terbungkus dalam plastik, kardus, atau bubble wrap. Tumpukan kemasan ini, yang seringkali hanya digunakan sekali, menjadi beban berat bagi lingkungan. Ini adalah konsekuensi tak terhindarkan dari gaya hidup konsumtif yang semakin mengandalkan pengiriman barang.
Kemasan, terutama plastik, adalah biang keladi utama dari lonjakan sampah ini. Plastik membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai, mencemari tanah dan lautan. Hewan laut seringkali mengira sampah plastik sebagai makanan, yang berujung pada kematian. Mikroplastik yang terbentuk dari pecahan sampah ini bahkan telah ditemukan di berbagai ekosistem, termasuk dalam tubuh manusia, menimbulkan kekhawatiran serius.
Selain plastik, penggunaan kardus dan kertas sebagai kemasan juga berkontribusi pada deforestasi. Meskipun dapat didaur ulang, proses daur ulang itu sendiri membutuhkan energi dan air yang tidak sedikit. Volume lonjakan sampah kemasan yang terus meningkat menuntut pengelolaan yang lebih baik, mulai dari pengurangan penggunaan hingga peningkatan efisiensi daur ulang.
Dampak ekonomi dari lonjakan sampah kemasan juga signifikan. Pemerintah daerah harus mengeluarkan biaya besar untuk mengelola sampah, mulai dari pengumpulan hingga pembuangan di TPA (Tempat Pemrosahan Akhir). Kapasitas TPA yang terbatas juga menjadi masalah, seringkali menyebabkan penumpukan sampah yang tidak terkelola, menciptakan masalah kesehatan masyarakat.
Solusi untuk mengatasi lonjakan sampah kemasan memerlukan pendekatan multi-pihak. Produsen dan e-commerce memiliki tanggung jawab untuk mengurangi penggunaan kemasan yang tidak perlu dan beralih ke material yang lebih ramah lingkungan atau dapat didaur ulang. Inovasi kemasan yang bisa digunakan ulang atau kompos adalah langkah maju yang sangat dibutuhkan.
Konsumen juga memiliki peran krusial. Memilih produk dengan kemasan minimal, mendukung bisnis yang menggunakan kemasan berkelanjutan, dan memilah sampah dengan benar adalah tindakan nyata yang dapat membantu. Mengurangi belanja impulsif juga dapat menekan lonjakan sampah yang tidak perlu, mengubah kebiasaan konsumsi kita menjadi lebih bertanggung jawab.
Pemerintah juga harus memperkuat regulasi terkait pengelolaan sampah kemasan, serta memberikan insentif bagi perusahaan yang menerapkan praktik berkelanjutan. Edukasi publik tentang pentingnya mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang (3R) sampah harus terus digalakkan. Hanya dengan kolaborasi semua pihak, kita bisa mengurangi beban lingkungan dari tumpukan paket yang terus menumpuk.
