Indonesia menghadapi tantangan signifikan terkait biaya logistik yang masih relatif tinggi dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Meskipun ada penurunan, pada tahun 2023, mencapai 14,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini jauh melampaui target ambisius 8% pada tahun 2045. Kondisi ini berdampak langsung pada harga barang di pasar dan daya saing produk Indonesia di kancah global.

Tingginya ini menciptakan efek domino. Pertama, konsumen harus membayar lebih mahal untuk barang kebutuhan sehari-hari karena biaya pengiriman dan distribusi yang tinggi. Kedua, produsen dalam negeri kehilangan daya saing, baik di pasar lokal maupun internasional, karena harga jual produk mereka menjadi kurang kompetitif. Hal ini menjadi penghambat serius bagi pertumbuhan ekonomi.

Salah satu penyebab utama yang membengkak adalah infrastruktur yang belum merata. Meskipun pemerintah terus membangun, masih banyak daerah yang minim akses jalan, pelabuhan, atau bandara yang memadai. Kondisi ini memperpanjang waktu pengiriman dan meningkatkan penggunaan moda transportasi yang kurang efisien, otomatis menaikkan ongkos.

Selain itu, birokrasi dan regulasi yang kompleks juga turut menyumbang tingginya. Proses perizinan yang berbelit-belit, tumpang tindih aturan, dan kurangnya integrasi sistem antarinstansi pemerintah seringkali memperlambat arus barang. Ini menciptakan inefisiensi yang pada akhirnya dibebankan pada biaya operasional.

Isu truk Over Dimension Over Load (ODOL) juga memperburuk keadaan. Meskipun ada penegakan regulasi, praktik ODOL masih terjadi, merusak infrastruktur jalan dan memicu kecelakaan. Ini berujung pada biaya perawatan infrastruktur yang lebih tinggi dan penambahan beban bagi pelaku logistik.

Ketidakseimbangan arus kargo, atau empty backhaul, juga menjadi masalah. Truk atau kapal sering kembali dari satu wilayah ke wilayah lain tanpa muatan penuh karena kurangnya produk yang bisa diangkut. Ini membuat biaya logistik per unit barang menjadi lebih mahal, karena biaya operasional harus ditanggung oleh muatan satu arah.

Diperlukan upaya kolaboratif antara pemerintah dan sektor swasta untuk menekan biaya logistik. Peningkatan infrastruktur yang merata, penyederhanaan regulasi, adopsi teknologi digital, serta pengembangan SDM logistik yang kompeten adalah langkah-langkah krusial. Dengan begitu, target 8% dari PDB pada tahun 2045 bisa tercapai.

Menurunkan biaya logistik bukan hanya tentang efisiensi, tetapi juga tentang menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih adil dan kompetitif. Jika biaya ini bisa ditekan, harga barang akan lebih terjangkau, daya saing produk Indonesia meningkat, dan pada akhirnya, kesejahteraan masyarakat pun akan turut terangkat.

journal.pafibungokab.org

learn.pafipemkotkerinci.org

news.pafipemkotpalopo.org